Al-Waraqât merupakan salah satu karya Abu al-Ma’âlî Abdul Malik bin Abdullah bin Yûsuf bin Muhammad bin Hayyawaih al-Sinbisi al-Juwainî di bidang ushul fikih yang
sangat ringkas yang menyinggung pelbagai persoalan ushul fikih.
Karya
ini dimulai dengan penjelasan makna ushul fiqh, baik dari sisi bahasa
maupun istilah, dan diakhiri dengan penjelasan mengenai ijtihad. Dalam
salah satu bahasannya, ia melampirkan bab secara khusus yang menyinggung
bahasan-bahasan yang terdapat di dalam ushul fikih (hal. 7).
Bahasan-bahasan tersebut adalah bagian-bagian kalam, amr (perintah),
nahy (larangan), `âmm (lafzh yang umum), khâshsh (lafzh yang khusus),
mujmal(kata yang global), mubayyan (kata yang sudah dijelaskan), zhâhir
(lafazh yang jelas), muawwal (lafzh yang dita’wil), af’âl
(perbuatan-perbuatan), nâsikh dan mansûkh (yang menggagalkan dan yang
digagalkan), ijma’ (kesepakatan ulama), akhbâr (berita-berita), qiyâs
(penyamaan hukum), hazhr (larangan), Ibahah (pembolehan), adillah
(dalil-dalil), sifat seorang mufti (pemberi fatwa) dan mustaftî (yang
menerima fatwa), dan hukum-hukum mujtahid.
Karena merupakan
karya yang ringkas, namun padat pembahasan, kitab ini jarang
mengungkapkan perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai pelbagai
persoalan ushul fikih sehingga kitab ini layak dijadikan kerangka acuan
oleh para para pemula dan lainnya yang ingin mendalami ushul fikih. Jika
menyebutkan perbedaan pendapat para ulama mengenai suatu bahasan,
al-Juwaini jarang menyebutkan para ulama yang berbeda pendapat tersebut.
Di pesantren-pesantren salaf, kitab ini dijadikan sebagai salah satu
pegangan yang diajarkan pada para pelajar ushul fiqh pemula. Kitab ini
disyarahi oleh Imam Jalâluddîn Muhammad bin Ahmad al-Mahallî (w. 864 H).
Selanjutnya syarh al-Mahallî pada kitab al-Waraqât ini, dijelaskan
lebih mendetail dalam bentuk hâsyiyah oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad
al-Dimyâthî. Tidak cukup di sini kitab al-Waraqât juga dibuat dalam
bentuk nazhm oleh Sayyid Muhammad bin Alawî yang diterbitkan di Jeddah
pada tahun 1990.
Di antara bahasan-bahasan yang menyebutkan
keragaman para ulama dalam menilai bahasan ushul fikih adalah bahasan
mengenai al-hazhr wa al-ibâhah (larangan dan pembolehan) dan bab af’âl
(perbuatan-perbuatan pemilik syari’ah). Mengenai term pertama, menurut
al-Juwainî, para ulama berbeda pendapat tentang asal setiap perbuatan
apakah boleh atau haram. Menurut pandangan sebagian ulama, pada dasarnya
segala sesuatu adalah haram. Oleh karena itu, jika ada sebuah persoalan
tidak dijelaskan oleh syari’, hal tersebut merupakan haram. Sementara
menurut ulama lainnya, bahwa setiap sesuatu pada dasarnya halal,
sehingga jika ada sebuah persoalan yang tidak dijelaskan oleh syara’,
hal ini mengindikasikan kebolehannya. Konsep ini berkaitan erat dengan
pembahasan istishhâb yang disepakati oleh mayoritas ulama sebagai salah
satu dalil dalam ushul fikih.
Mengenai term kedua, yaitu
af`âl, al-Juwainî menyebutkan bahwa perbuatan pemilik syari’at (nabi
saw.) adakalanya dalam rangka mendekatkan diri, ta’at pada Allah atau
lainnya. Jika ada dalil khusus yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut
tidak hanya khusus pada nabi, para ulama berbeda pendapat dalam
melihatnya. Sebagian ulama menyatakan bahwa hal tersebut wajib dilakukan
oleh umat Islam, sementara ulama lainnya menyatakan perbuatan tersebut
hanya sunnah saja, bahkan sebagian ulama lainnya lagi lebih memilih
mauqûf (tidak berkomentar apa-apa)
bisa didownload kitabnya versi pdf disini download