Buku ini dikatakan revolusioner karena ia hadir dengan ide yang berbeda
dengan kebanyakan buku-buku lain yang sezaman dengannya. Saat itu memang
banyak negara muslim yang sudah memerdekakan diri dari penjajah. Namun
problem ternyata tidak serta merta berakhir. Diantara problem baru itu
adalah, para penguasa militer atau otoriter yang menguasai sebagian
besar negara muslim. Mereka memandang Islam sebagai ancaman, dan tidak
ingin Islam menjadi way of life. Di sisi yang lain, umat Islam terpuruk dalam keterbelakangan dan tidak percaya diri dalam menghadapi Barat.
Manhaj Islam untuk Kebangkitan Umat
Ide-ide Sayyid Qutb dalam Ma'alim fi Ath-Thariq
yang sebenarnya diambilkan dari manhaj Islam ini dianggap baru karena
sekian lama ia terpendam dalam puing-puing sejarah umat. Prinsip dakwah
dalam manhaj Al-Qur'an, Jihad fi sabilillah, dan ketauhidan. Ini bukan
sesuatu yang baru mestinya, dari dulu sudah ada. Namun, dengan metode
yang sistematis dan gaya bahasa yang khas, Sayyid Qutb menjadikan
hal-hal itu lebih hidup dan memiliki daya dobrak! Ia menjadi penyemangat
serta menumbuhkan ruh juang bagi pembacanya.
Ma'alim fi Ath-Tahriq ini terdiri dari 12 bab dan diawali dengan muqaddimah. 4 bab diantaranya merupakan intisari Tafsir Fi Zhilalil Qur'an,
yaitu; طبيعة المنهج القراني (Karakter Manhaj Al-Qur'an), التصور
الإسلامي والثقافة (Pandangan Islam dan Kebudayaan), الجهاد في سبيل الله
(Jihad fii Sabiilillah), dan نشأة المجتمع المسلم وخصائصه (Tumbuhnya
Masyarakat Muslim dan Karakteristiknya). Sementara 8 bab lain merupakan
bab yang perlu dituliskan Sayyid Qutb untuk memperjelas dan memperkuat
inti sari itu di samping untuk memenuhi tujuan utama buku ini ditulis.
Yakni, sebagai petunjuk jalan yang akan dilalui para pioner kebangkitan
umat, yang juga akan ditunjukkan kepada umat. Dengan adanya pioner
inilah umat akan bangkit. Dengan eksisnya umat Islam inilah tugas
manusia sebagai khalifah dan abdullah serta peran umat Islam sebagai
ummatan daa'iyan dan ummatan syaahidan bisa diimplementasikan. Dengan
demikian, kepemimpinan barat yang rapuh karena tidak memiliki
"nilai-nilai" yang membuatnya layak memimpin akan diambil alih oleh umat
Islam.
Jika pioner kebangkitan umat menginginkan keberhasilan
sebagaimana keberhasilan generasi pertama, mereka harus meneladani
karakter mereka. Oleh Sayyid Qutb mereka disebut جيل قراني فريد
(Generasi Qur'ani yang Istimewa), yang juga dijadikan judul bab setelah
muqaddimah. Ada 3 faktor utama keberhasilan generasi ini; sumber
rujukannya adalah Al-Qur'an dan steril dari pengaruh manhaj lain, mereka
mempelajari Al-Qur'an untuk mengamalkan/mengaplikasikan, dan saat
mereka masuk Islam dan mendapat Al-Qur'an seketika mereka melepas
seluruh kejahiliyahan.
Al-Qur'an telah mengajarkan jalan dakwah
bagi generasi pertama umat ini, جيل قراني فريد (Generasi Qur'ani yang
Istimewa). Dan manhaj Al-Qur'an dalam dakwah ini seharusnya diikuti oleh
para pioner kebangkitan umat. Bagaimana karakteristiknya? Sayyid Qutb
menjelaskan bahwa jalan pertama adalah pembinaan aqidah. Inilah yang
serius dilakukan selama 13 tahun fase Makkiyah, dan Al-Qur'an tidak
melompat pada pembahasan lain, apalagi masalah cabang/furu'iyah. Ini
pula yang dijadikan seruan dakwah oleh Rasulullah, meskipun peluang
mendapatkan perlawanan lebih besar dari pada dakwah lain. Rasulullah
tidak mendakwahkan nasionalisme Arab, tidak pula keadilan sosial dan
perbaikan moral. Meskipun ketiga hal terakhir ini peluangnya lebih besar
untuk didukung orang-orang Arab, tetapi ia bisa menjadi tuhan baru atau
bersifat rapuh. Sedangkan aqidah, tauhid, ia akan terpatri kuat memberi
daya dorong yang hebat, di samping itulah kebenaran hakiki yang harus
menjadi pondasi setiap perubahan.
Perubahan yang terjadi karena
tauhid adalah perubahan revolusioner pada diri seseorang atau bangunan
umat. Sebab perubahan Islam berarti peralihan dari mengikuti manhaj
makhluk menuju manhaj Pencipta. Perubahan Islam berarti meninggalkan
sistem produk manusia untuk memilih sistem ciptaan Allah. Perubahan
Islam berarti mencampakkan hukum buatan hamba untuk merengkuh dan
mengaplikasikan hukum Allah. Perubahan inilah yang akan memuliakan
manusia, serta membawa mereka menuju rahmat, setelah hidup penuh dengan
kehinaan dan kelemahan.
Pioner umat yang akan melakukan misi
perubahan revolusioner ini harus percaya diri dengan manhajnya; manhaj
Islam, manhaj Al-Qur'an. Maka, persoalan jihad juga harus diterima apa
adanya sebagaimana konsep Al-Qur'an yang telah dijelaskan Sayyid Qutb
dalam Fi Zhilalil Qur'an
saat menafsirkan surat Al-Anfal dan At-Taubah. Intinya, jihad bukan
defensif, tetapi ofensif. Manhaj yang sama seperti dipahami Ibnul Qayyim
dalam Zaadul Maad. Saat dakwah
dihalangi oleh kekuatan politik atau kekuasaan, maka jihad harus
menetralisir kekuatan itu sehingga dakwah bebas disebarkan. Konsep
inilah yang ditakuti oleh musuh-musuh Islam termasuk Inggris pada waktu
itu sehingga mereka memesan kematian Sayyid Qutb kepada pemerintahan
Gamal Abdul Nasir.
Kekeliruan
Ma'alim fi Ath-Thariq
adalah buku yang luar biasa. Namun, bukan berarti ia tidak lepas dari
kekeliruan. Tulisan Sayyid Qutb dalam bab لااله الا الله منهج حياة (Laa
ilaaha Illallah Manhaj Kehidupan) yang membagi manusia menjadi
masyarakat Islam dan masyarakat jahiliyah, lalu menyatakan bahwa
masyarakat sekarang (saat Ma'alim fi Ath-Thariq
ditulis) semuanya masyarakat jahiliyah merupakan sebuah kekeliruan.
Tetapi, jika kita mengetahui latar belakang kondisi dan situasi saat
Sayyid Qutb menulis buku ini, kita akan bisa memaklumi kekeliruan ini
terjadi. Dan, jika kita membandingkannya dengan Fi Zhilalil Qur'an, tampak bahwa ini sebatas kekeliruan, bukan manhaj takfir sebagaimana yang dituliskan orang-orang yang membencinya.
Ilham?
Tulisan
Sayyid Qutb dalam bab terakhir هذا هو الطريق (Inilah Jalan Itu)
seakan-akan seperti ilham yang dianugerahkan Allah SWT bahwa ia hidup
tidak lama lagi. Tiang gantungan telah menunggunya. Dalam bab ini ia
mengakhiri buku terakhirnya ini dengan menjelaskan bahwa para pekerja
Allah bukan penentu hasil, mereka hanya perlu beramal. Bisa jadi mereka
mendapatkan kemenangan dan berkuasa untuk menegakkan dinullah, bisa jadi
ia seperti kisah ashaabul ukhdud; mati namun keimanan telah menyebar,
kemenangan hakiki di sisi Allah SWT.
Maka, para pekerja Allah
pasti mendapatkan 4 hal. Pertama, hasil di dunia berupa ketentraman
hati, perasaan bangga, bebas dari tarikan dan ikatan, takut dan bimbang.
Kedua, saat meninggalkan dunia berupa sanjungan dari malaikat dan
kehormatan. Ketiga, di akhirat ia mendapatkan hisab yang mudah dan
kenikmatan yang besar. Keempat, ridha Allah SWT.
(Tulisan ini disarikan dari Bedah Buku معالم في الطريق oleh penulis pada 20 Ramadhan 1430 H di Masjid KH. Faqih Usman, UMG)
bisa didownload dengan versi pdf indonesia klik disini
dan versi pdf arabnya klik disini