Inilah sebuah karya monumental, kumpulan hadits shahih yang sangat
masyhur di tengah kaum muslimin. Kitab ini tentu tak asing lagi di
telinga kita. Nama asli kitab ini adalah Al Jami’ Ash Shahih Al Musnad min Haditsi Rasulillah shallallahu ‘alaihi wassalam wa Sunanihi wa Ayyamihi.
Kitab ini ditulis oleh seorang yang dahulunya adalah anak yatim. Beliau bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah Al Bukhari Al Ju’fi.
Kita lebih mengenalnya dengan Imam Al Bukhari, seorang imam ahli hadits
yang terkemuka. Bahkan ulama menyebut beliau Amirul mukminin fil
hadits, yaitu pemimpin imam ahli hadits.
Kitab ini laksana cahaya yang benderang, melebihi terangnya sinar
matahari. Kaum muslimin, bahkan para ulama menilai buku ini sebagai buku
yang luar biasa. Imam Muslim misalnya, beliau banyak mengambil faedah
dari karya agung ini. Beliau mengatakan bahwa karya ini tidak ada
tandingannya dalam ilmu hadits.
Imam Nawawi mengatakan dalam muqaddimah Syarah Shahih Muslim, “Para
ulama sepakat bahwa buku yang paling shahih setelah Al Qur’an adalah dua
kitab shahih, Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim.”
Cukuplah pengakuan para imam ahli hadits menunjukkan keagungan kitab
ini. Abu Ja’far Mahmud bin Amr Al Uqaili rahimahullah mengisahkan ketika
Al Bukhari menulis kitab shahih ini, beliau membacakannya kepada Imam
Ahmad, Imam Yahya bin Main, Imam Ali bin Al Madini, juga selain mereka.
Maka mereka mempersaksikan tentang keshahihan hadits-hadits yang ada,
kecuali empat hadits. Dan ternyata, empat hadits itu pun, yang benar
adalah pendapat Al Bukhari bahwa empat hadits tersebut shahih.
Di antara pelecut semangat Al Imam Al Bukhari dalam menyusun kitab
ini adalah dorongan salah seorang guru beliau. Al Bukhari sendiri
menyebutkan, “Kami berada di sisi Ishaq bin Rahuyah, beliau mengatakan,
‘Seandainya kalian dapat mengumpulkan suatu kitab yang ringkas tentang
sunnah Rasulullah yang shahih.’ Ucapan beliau ini begitu menyentuh
hatiku. Maka aku pun mulai mengumpulkan Al Jami’ Ash Shahih.”
Al Imam Al Bukhari menyaring hadits-hadits beliau yang berjumlah
600.000 hadits.
Beliau menyusun kitab ini selama 16 tahun. Syarat
keshahihan yang beliau tetapkan dalam kitab ini sangat ketat. Yaitu
harus bertemunya para perawi dengan guru yang ia riwayatkan haditsnya.
Artinya beliau memastikan benar-benar tersambungnya rantai sanad hadits
sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dengan pertemuan
masing-masing guru dan murid. Jadilah kitab ini kitab yang paling
shahih, sebab beliau telah menentukan syarat yang tidak dijumpai dalam
kitab hadits yang lain. Demikian kesepakatan ahlus sunnah.
Di antara yang menunjukkan kesungguhan beliau dalam menyusun karya
ini adalah -sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Yusuf Al Firyabi-
bahwa Imam Al Bukhari mengatakan, “Tidaklah aku menuliskan satu hadits
pun dalam kitab ini, kecuali aku mandi terlebih dahulu, kemudian shalat
dua rakaat.” Yaitu shalat istikharah, memohon keteguhan hati kepada
Allah. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain.
Ciri Khas Kitab dan Metode Penulisan
Al Imam Al Bukhari rahimahullah ingin untuk mengumpulkan suatu kitab
yang bersambung rantai periwayatannya, ringkas, dan mencakup
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yang shahih serta
bersambung sampai beliau shallallahu ‘alaihi wassalam.
Beliau menulis karya ini dengan penyusunan yang mengagumkan. Di mana,
di dalamnya terdiri dari berbagai kitab-kitab [1], dalam satu kitab
terdiri dari rangkaian bab-bab yang lebih khusus. Setiap bab terdapat
dalil-dalil yang berjumlah tertentu, sedikit atau banyak, sesuai
kebutuhan.
Para ulama menjelaskan bahwa judul-judul bab yang beliau tulis dalam
kitab shahih ini bukan sembarang judul. Pemberian judul bab pada buku
ini timbul dari pemahaman yang mendalam terhadap setiap kandungan makna
dalil yang disodorkan. Oleh karenanya menjadi masyhur bahwa, “Ilmu fikih Al Bukhari ada pada judul babnya”.
An Nawawi mengatakan, “Imam Al Bukhari tidak hanya sekadar bertujuan
meringkas hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dalam kitab
beliau ini. Namun, beliau ingin mengambil kesimpulan hukum dengan
bab-bab yang beliau cantumkan.”
Dalam penulisan hadits, terkadang beliau mengulangi satu hadits dalam
beberapa bab. Karena dalam hadits tersebut ada beberapa permasalahan
hukum, sehingga beliau memasukkannya ke dalam pembahasan beberapa bab,
beliau mengambil faedah dalam satu hadits itu. Beliau menambahkan pula
beberapa ayat Al Qur’an, fatwa dari para shahabat dan At Tabi’in.
Karya beliau ini mencakup seluruh hukum-hukum syariat, amaliyah
(amalan lahiriah) ataupun i’tiqadiyah (keyakinan). Kitab Shahih Al
Bukhari tersusun 97 kitab. Dimulai dari kitab awal turunnya wahyu,
berlanjut kitab tentang iman, kemudian kitab seputar ilmu, lalu masuk
kepada pembahasan ibadah, mulai dari wudhu dan seterusnya. Beliau
mengakhiri dengan menyebutkan kitab tentang perintah berpegang teguh
dengan Al Qur’an dan As Sunnah, terutama mengenai tauhid.
Urutan penyusunan bagian-bagian kitab ini secara utuh menunjukkan
bahwa hadits merupakan wahyu Allah melalui lisan Rasul-Nya. Beliau tidak
berucap dari hawa nafsu beliau, tetapi dari wahyu Allah, berupa
syariat. Maka kita wajib mengimaninya, berpegang teguh dengannya, untuk
mentauhidakan Allah dengan benar.
Adapun kitab-kitab yang men-syarah (memaparkan dan menjelaskan) Shahih Al Bukhari ada banyak. Di antaranya:
• Umdatul Qari Syarh Shahih Al Bukhari oleh Al Allamah Badruddin Al Aini
• Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari oleh Al Hafizh Zainuddin Abul Faraj Ibnu Rajab Al Hambali
• Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari oleh Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani
• Syarah Al Bukhari oleh Ibnu Baththal dan lain-lain.
Catatan Kaki:
[1] Yang dimaksud ‘kitab’ di sini adalah sekumpulan bab-bab rincian
pembahasan. Misalnya, Kitabul Buyu’ (jual beli) di dalamnya terdapat
macam-macam bab rincian pembahasan dalam masalah jual beli.
Referensi:
1. Tahdzibu Al Kamal Fi Asma’i Ar Rijal karya Al Hafizh Abul Hajjaj Yusuf bin Al Zaki Abdurrahman Al Mizzi rahimahullah
2. Siyar A’lami An Nubala’ karya Al Hafizh Muhammad bin Utsman Adz Dzahabi rahimahullah
3. Fathul Bari karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah
Sumber: Majalah Qudwah edisi 01/1433 H/2012, hal. 70-72.